Kamis, 21 Januari 2021

DINAR EMAS

 

Pada umumnya Dinar yang dikenal saat ini, di antaranya Dinar Irak, Kuwait dan Jordan; diidentikkan dengan Dinar Islam. Perlu dipertegas bahwa Dinar Irak dan sejenisnya tidak sama dengan Dinar Islam. Dinar Irak adalah uang kertas biasa, sedangkan Dinar Islam adalah uang emas 22 karat 4,25 gram. 


Agar kita lebih mengenal Dinar Islam, kami kutip uraian dari buku yang berjudul "Mengembalikan Kemakmuran Islam Dengan Dinar dan Dirham"; telah menjelaskan tentang Dinar Islam secara detail.


Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM - 2000 SM. Dalam bentuk lebih standar uang emas dan perak, diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12:1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204. 


Di belahan dunia lain, di Dunia Islam; uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak permulaan Islam. Baik untuk kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat sampai berakhirnya kekhalifahan Utsmaniyah Turki tahun 1924. Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasululloh Sholallohu'alaihi Wassalam: "Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah penduduk Madinah" (HR. Abu Dawud)


Pada zaman Kholifah Umar ibnu Khoththob, sekitar tahun 642 Masehi, bersamaan dengan pencetakkan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham. Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqol atau setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya. 


Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di museum setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka diketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4,25 gram. Berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.


Atas dasar rumusan hubungan antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di museum ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4,25 gram atau sama dengan 2,975 gram. Sampai pertengahan abad ke-13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam, sejarah menunjukkan bahwa mata uang emas yang relative standar tersebut secara luas digunakan. 


Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya pun kaum Muslimin banyak melakukan perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh. Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya kekhalifahan Utsmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasaan Kekhalifahan Utsmaniyah. Selama tujuh abad dari abad ke-13 sampai awal abad ke-20, Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan.


Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh wilayah kekuasaan Utsmaniyah yang meliputi tiga benua yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasaan Utsmaniyah pada abad 16 dan 17 membentang mulai dari Selat Gilbraltar di bagian barat (pada tahun 1553 mencapai pantai Atlantik di Afrika Utara) sampai sebagaian kepulauan Nusantara di bagian timur.


Kemudian dari sebagian Austria, Slovakia dan Ukraina di bagian utara sampai Sudan dan Yaman di bagian selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu mulai dari awal kenabian Rasulullah saw. (610 M) maka secara keseluruhan Dinar dan Dirham adalah mata uang modern yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah peradaban manusia.


Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau perunggu. Dalam fiqih Islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi) sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi.


Dari sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsic sebesar nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang. Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelumnya Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah saw, maka hal itu menjadi ketetapan (taqrir) Rasulullah saw, yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri. Dinar dan Dirham masuk kategori ini.


Di Indonesia pada masa ini, Dinar dan Dirham hanya diproduksi oleh Logam Mulia, PT. Aneka Tambang TBK. Saat ini Logam Mulia-lah yang secara teknologi dan penguasaan bahan mampu memproduksi Dinar dan Dirham dengan Kadar dan Berat sesuai dengan Standar Dinar dan Dirham di masa awal-awal Islam. Standar kadar dan berat ini pun tidak hanya disertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia Internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association (LBMA).


Seperti pada permulaan awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya, bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk kepingnya, maka berat dan kadar emas untuk Dinar, serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia, saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang. Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan dan dipasarkan oleh Hati Emas adalah produksi langsung dari Logam Mulia, PT. Aneka Tambang, Tbk...


Sumber (Dinar The Real Money oleh Muhaimin Iqbal)



Tidak ada komentar: